Wednesday, December 26, 2012

Pedagang di Kaki Lima Tembalang

Mas Suhan sedang menggiling tebu
Tembalang - Semarang, Pada dasarnya kecamatan Tembalang merupakan daerah yang stratergis dari sisi perekonomian di tahun 2010an ini, sebab dengan adanya mahasiswa yang pindah dari kampus peleburan hingga ke kampus tembalang sangatlah banyak. Adanya mahasiswa yang senang jajan untuk mengisi kekosongan perutnya, sebut saja Agung dari Teknik Mesin angkatan 2012, yang sedang membeli es tebu di pinggir jalan di depan polines mengatakan "bahwa jajanan yang berada di pinggir jalan seperti ini kurang bagus tempatnya dan kurang nyaman". Pedagang yang berbagai macam ada di pinggir jalan di sekitar tembalang dari arah Pom bensin ke polines sangatlah banyak menjajakan makanan maupun barang untuk kerja sambilan dan ada juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

berikut ini wawancara saya dengan salah satu pedagang pinggir jalan di tembalang :
Suhan (23) sebagai penjual tebu
saya   : " Mengapa mas suhan berjualan es tebu?"
suhan : " Karena hanya bisa berjualan tebu saja mas."
saya   : " Apa yang mendorong mas untuk jual di tempat ini?"
suhan : " Cocok dan banyak anak kuliah yang beli mas, bahkan tempat ini sangat stratergis untuk pedagang keliling seperti saya."
saya   : " Sejak kapan mas berjualan disini?"
suhan : " Mulai agustus 2012 ini mas, masih beberapa bulan."
saya   : " Berapa produksi penjualan es tebu ini dalam sehari mas?"
suhan : "Pendapatannya bisa sampai 50 gelas/hari harganya Rp 2000,00 dan saya berjualan dari jam 12.00 sampai 16.00 sehingga sisanya saya nyambi membantu persiapan catering."
saya  : "Bagaimana ide es tebu ini dan mengapa menggunakan sepeda motor?"
suhan : " Idenya berawal dari modal majikan saya untuk memakai motor box yang bisa berkeliling agar mudah menjualnya dan bisa di bawa kemana-mana."
Suhan menambahakan bahwa pedagang kaki 5 ini perlu di perhatikan di beri tempat, agar tempat di pinggir jalan seperti ini di bangun tempat khusus pedagang keliling dan kita sesama pedagang harus saling menjaga kebersihan lingkungan tempat kita jualan ini, agar pembeli nyaman.
Setidaknya setiap hari ada 5 sampai 10 pedagang seperti cimol, es degan, pempek keliling, es tebu, maichi dll, yang bejualan di pinggir jalan sekitar jalan tersebut, selain tempatnya nyaman banyak lalu lalang pengendara sepeda motor dan mobil yang melintas untuk mampir membeli dagangannya.

Bisnis Karet atau Bisnis Perumahan?


Getah karet adalah getah yang di ambil dari pohon karet yang mana dapat di jadikan berbagai kebutuhan manusia dengan hasil mentah sekali panen mencapai 49kg dalam 1 bulan, 10 kali panen.
Secara administratif, Kecamatan Mijen terdiri dari 13 kelurahan, seluas 6.213,266 ha. Sedangkan faktor utama yang membentuk karakteristik ruang Kecamatan Mijen adalah topografi yang beragam sehingga membentuk kota dengan ciri khas perbukitan. Pemanfaatan ruang terbesar di Kecamatan Mijen di dominasi oleh perumahan dan pertanian. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan penduduk membutuhkan ketersediaan lahan atau ruang untuk bermukim, sehingga kemungkinan besar untuk tahun-tahun selanjutnya jumlah lahan yang dikonversi untuk dapat dibangun perumahan akan bertambah. Selain itu dengan pesatnya kemajuan industri di daerah ini akan diperkirakan semakin meluas keberadaan bangunannya seperti yang sudah terjadi di Kelurahan Kedungpane.
Salah satu jenis hutan yang terus menipis ironisnya justru hutan lindung dan hutan produksi, seprti hutan karet di kawasan BSB Semarang (Kecamatan Mijen), yang menjalankan berbagai fungsi dari hidrolisis, sebagai penjaga keteraturan air tanah, sampai klimatologis, untuk mengatur iklim dan menanggulangi pencemaran udara. Sebagai paru-paru kota, manfaat hutan lindung di suatu kota dirasakan oleh lingkungan sekitarnya.
Pengabdian
Pak Supari adalah petani hutan karet yang telah bekerja selama 21 tahun ini, telah banyak mengenal hutan karet. Dengan bermodal kepercayaan dan tekat yang bulat, sehingga mampu bertahan menjadi petani hutan karet selama bertahun-tahun. Bersama teman-temannya dengan teguh merawat hutan tersebut dari musim kemarau hingga musim penghujan. Sebagai pekerjaan utama harus ia tekuni untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berangkali menjadi pekerjaan yang menggantung hidupnya sebagai petani karet. Namun selain itu petani yang hanya bekerja berandal sebuah pemilik hutan yaitu sebuah perusahaan, petani hutan karet tidak dapat santunan oleh pemerintah untuk kesejahteraan hidupnya.
Pemanfaatan 
Saat ini paradigma pengelolaan hutan untuk pemanfaatan intensif guna mendorong pertumbuhan ekonomi kota. Hutan yang sejuk dan damai memberikan arti tersendiri untuk di nikmati berbagai kalangan. Kawasan hutan yang dikategorikan menjadi hutan produksi karet berubah menjadi kawasan yang ditetapkan untuk dan di alihfungsikan menjadi pemanfaatan lain (kawasan permukiman). Pemkot mengalokasikan sejumlah konsesi yang luas kepada perusahaan-perusahaan swasta. Pada kawasan yang dialihfungsikan, “deforestasi terencana” diperbolehkan untuk membuka dan membebaskan kawasan hutan bagi tujuan pemanfaatan lain.
Hutan ini di kelola oleh PT. Karya dhika yang bertempat di perumahan jatisari dimana hutan tersebut sebagai lahan bisnis sebagai penghasil karet terbanyak. Namun dengan proses yang panjang dan lahan yang luas, akhirnya laun lambai hutan tersebut sebagian menjadi sebuah perumahan dan tempat-tempat lainnya yang menjadi sebuah bisnis bagi kalangan tertentu.  
Pengalihan fungsi hutan karet di kawasan BSB, yang rencananya akan dijadikan sebagai kota satelit tersebut membawa dampak lingkungan yang buruk. Banjir di daerah Krapyak dan sekitarnya kerapkali terjadi, karena berkurangnya daerah resapan air, sehingga aliran air hujan yang tidak terserap tanah turun ke daerah yang lebih rendah. Kawasan BSB dinilai cukup meresahkan, dengan luas lebih dari 30ha, dan rencana untuk dijadikan suatu pusat kota yang baru, serta lahan yang digunakan adalah hasil pembebasan sebagian hutan kota Semarang. Berikut gambaran kawasan BSB yang akan dibangun menjadi pusat kota baru, yaitu Kota Satelit.
Dampak yang timbul
Akibat perubahan lahan hutan karet menjadi kawasan perumahan BSB, Kecamatan Mijen memiliki potensi banjir karena wilayah BSB memperbesar run-off di daerah tersebut. Hal ini berdampak pada jumlah air hujan yang mengalir ke wilayah Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah itu menjadi banjir, karena tidak ada kawasan konservasi. Dengan begiut menjadi sebuah pertanyaan besar bagi pemerintah dan pengelola hutan yang mungkin sifatnya hanya memfaatkan dari sisi bisnisnya saja tidak mengambil dari apa yang bisa di petik dari sebuah membangun sebuah hutan.
Esensinya hanyalah untuk penghijauan sementara yang tidak bersifat kooperatif, sehingga hilang fungsi hutan itu sendiri.
by : oky harpanto