Friday, July 20, 2012

Mahasiswa Mengajar Untuk Pendidikan Bangsa

      Nama saya Oky Harpanto, Inilah langkah awal mengajar sejak bulan Maret 2011. Sejak di ajak orang mengajar di Kelurahan Sambiroto dan kagok, Semarang. Sejak itu awal mengajar memang melihat anak-anak belum bisa di bayangkan dan bertanya pada diri sendiri. "apakah aku mampu mengajar anak SD-SMP?". Pertanyaan itu sungguh membuatku bingung karena saya hanya suka namun belum bisa mengajar. Akhirnya saya ingat untuk apa sekolah 14tahun yang pernah tidak naik juga sewaktu SD membuang waktu dan ilmu dengan tidak menularkannya.

      Sejak saat itu aku mulai bersih teguh ingin mengajar anak-anak pelajaran yang kiranya saya bisa dan saya kuasai. Memang pernah gagal namun bukan penggagal yang menularkan kegagalannya namun keberhasilan pada prosesnya agar tidak gagal. Untuk itu aku mulai mengajar pertama di tawari pertemuan dengan tarif 15rb secara les privat, namun aku tak mengenal nilai rupiah tapi ilmu yang aku bagikan bisa bermanfaat dan bisa di cerna oleh anak-anak. Bahkan sampai kepikiran bagaimana menjawab pertanyaan anak itu sewaktu bertanya sedangkan saya sempat lupa materinya. Memang saya pernah di bayar untuk les privat namun saya juga rela untuk tidak di bayar dengan uang asalkan anak yang saya ajarkan senang dan bisa menangkap materinya, itu harapan saya.


       Sejak itu bergilirnya waktu, saya beniat untuk membuat organisasi berbasis sosial dan pendidikan. Entah dari mana dan atas dasar apa awal terfikir ingin memberikan kontribusi nyata kepada anak-anak lewat pendidikannya. Lantas aku mengajar satu temanku untuk mengajar bahasa inggris, aku sendiri mengajar matematika, lalu temanku mengajak dua temannya yang bisa mata pelajaran matematika pula, saat itu mulai tambah dan berkurang relawan yang saya ajak.
       Memang dalam dunia pendidikan terutama anak-anak yang membutuhkan pendidikan ekstra yang mana nilai dan kretifitas harus di pertahankan. Sejak itulah awal bulan April 2011 saya merintis organisasi sosial yang belum berbadan. Namanya HIMPS (Himpunan Mahasiswa Peduli Sosial), saya mencari relawan yang berbasis mahasiswa agar bisa menyebarkan ilmunya secara sukarela dan mau tidak di bayar dengan uang. Dengan memberikan tambahan materi baik dari pelajaran matematika dan bahasa inggris, maupun dari segi kreatifitas dan kemauan untuk belajar. Mereka sederhana, namun dorongan belajar untuk datang ke tempat belajar sangat kuat terlebih mendapatkan ilmu. Pendidikan secara outdoor dan indoor yang kami ajarkan selain belajar di dalam ruangan juga belajar di luar ruangan seperti Outbond agar mengasah ketangkasan anak.
       Sampai berbulan-bulan dan setahun sudah akhirnya bisa membangun organisasi yang berbadan di UNDIP, FISIP. Hal ini tak lepas dari peran teman-teman yang membantu anak untuk berfikir, berkreatifitas dan mendapatkan pengalaman, bahkan mereka yang kami ajar sangat bersemangat dan paling bangga ketika mereka lulus dan naik kelas hal ini terbukti kita bisa di percaya oleh mereka dan orang tua mereka, walopun kekurangan setidaknya mereka sudah memberikan hal yang terbaik untuk orang tuanya. saya dan teman-teman berharap mereka tidak melenceng ke arah negatif dari pendidikan yang sesungguhnya dan tidak mengikuti jejak anak jalanan.
      Bagi saya ilmu yang di simpan hingga bertahun-tahun namun tidak di tularkan apalah artinya. Ing ngangso suntulodho ing madya mangun karso tutwuri handayani. Terimakasih guru, orang tua, kawan dan allah yang selalu menuntunku hingga saat ini.

Monday, July 16, 2012

Tulisan di atas pasir

    

     Pada pesisir sebuah pantai, tampak dua anak sedang berlari-larian, brcanda, dan bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba terdengar pertengkaran sengit di antara mereka. Kemudian, salah seorang yang bertubuh besar memukul temannya sehingga wajahnya menjadi biru lebam. Anak yang di pukul seketika diam terpaku. Lalu, dengan mata berkaca-kaca dan raut muka marah menahan sakit, tanpa bicara sepatah katapun, dengan sebatang tongkat dia menulis sebuah kalimat di atas pasir. "Hari ini temanku telah memukul aku!!!"
     Teman yang lebih besar merasa tidak enak. ia tersipu malu, tidak pula berkata apa-apa. Setelah berdiam-diaman beberapa saat,bagaimana lazimnya anak-anak, merekapun segera bermain bersama. Saat lari berkejaran, karna tidak brhati-hati, tiba-tiba anak yang dipukul tadi terjerumus ke dalam lubang perangkap yang dipakai menangkap binatang "Aduh . . Tolong . . Tolong!" ia berteriak kaget minta tolong.
     Temannya segera menengok ke dalam lubang dan segera berseru, "Teman apakah kau terluka? jangan takut tunggu sebentar, aku segera mencari tali untuk menolongmu." Bergegas anak itu mencari tali. Saat ia kembali ia berteriak berusaha menenangkan temannya sambil mengikat tali ke sebatang pohon. "Teman, aku sudah datang! talinya akan ku ikat ke pohon, sisanya akan ku lempar ke kamu. Tangkap dan ikatkan di pinggangmu. Pegang erat-erat, aku akan menarikmu keluar dari lubang."
     Dengan susah payah akhirnya teman kecil itupun berhasil keluar dari lubang dengan selamat. Sekali lagi dengan mata berkaca-kaca, ia berkata "Terimakasih sobat!" kemudian ia bergegas lari mencari sebuah batu karang dan berusaha menulis sebuah kalimat lain di atas batu itu, "Hari ini, temanku telah menyelamatkan aku".
   Temannya yang diam-diam mengikuti dari belakang bertanya keheranan, "Mengapa setelah aku memukulmu, kamu menulis di atas pasir dan setelah aku menyelamatkanmu, kamu menulis di atas batu?" Anak yang di pukul itu menjawab sabar, " Setelah kamu memukul, aku menulis di atas pasir karena kemarahan dan kebencianku terhadap perbuatan buruk yang kamu perbuat, ingin segera aku hapus, seperti tulisan di atas pasir yang akan segera terhapus bersama tiupan angin dan sapuan ombak. Tapi ketika kamu menyelamatkan aku, aku menulis di atas batu, karena perbuatan baikmu pantas di kenang dan akan terpatri selamanya di dalam hatiku. Sekali lagi terimakasih sobat."
      Mendengar penjelasan itu, sobat kecil yang tadi memukul merasa menyesal dan segera merangkul sahabatnya, "Aku juga berterimakasih sobat, walopun umurmu lebih kecil dariku, tetapi kamu lebih bijaksana di banding aku. "tak lama mereka segera bermain bersama lagi dan menjalin persahabatan dengan baik di masa mendatang.
 
Pembaca yang baik
     Hidup dengan memikul beban kebencian, kemarahan dan dendam adalah tidak sehat secara mentalitas. Apabila orang yang kita benci itu tidak sengaja melakukan, bahkan mungkin tidak pernah tahu bahwa perbuatannya telah menyakiti hati kita. Sungguh itu adalah energi yang terbuang sia-sia. Bahkan tidak jarang, memikirkan kesalahan orang lain, diri sendiri merasa tersiksa, tidak bisa tidur bahkan tidak enak makan. Akhirnya yang terjadi adalah kerugian bagi diri kita sendiri.
     Sesungguhnya, memberi maaf tidak pernah merugikan kita, bahkan akan membuat hati kita lega dan terbebas dari beban kebencian dan dendam. Seuntai kata maaf yang di sertai dengan ketulusan, akan bisa mengubah hati yang panas menjadi sejuk dan emosi yang meluap bisa menjadi reda.
      Mari biasakan diri untuk berlatih, saat ada orang yang berbuat salah kepada kita, tuliskan kesalahan itu di atas pasir, bahkan di udara. Dengan begitu, kesalahan tersebut berlalu, menguap bersama tiupan angin, sehinga kita tidak perlu menghabiskan energi dengan membenci orang lain dan hilang kesempatan untuk bahagia.
     Sebaiknya saat kita di tolong orang, sekecil dan seremeh apapun pertolongan itu, kita sepantasnya mengingat laksana mengukir tulisan di batu karang. Dengan mengingat kebaikan orang, maka kita kan hidup bersemangat dan di penuhi rasa syukur.
Oleh : Andrie Wongso   

Noda hitam di kertas putih

     Di sebuah desa, tinggallah sebuah keluarga bersama anak tunggal mereka. Karena anak semata wayang, si anak cenderung manja dan kurang mandiri. orang tuanya sering menasehati kebiasaan yang kurang baik itu. Terutama kebiasaannya menyalahkan orang lain, entah kawan, atau bahkan orang tuanya sendiri. Anak itu selalu padai mencari-cari dan menunjukkan kesalahan orang lain, bahkan kadang hanya bertujuan untuk mempermalukan orang yang berbuat salah walopun tanpa sengaja. 
     Suatu hari karena kurang hati-hati, anak tersebut terjatuh. Dia segera berteriak kepada ayahnya, "Aduh, ayah sih meletakkan ember di sembarang tempat! aku jadi jatuh, sakit nih." Ayahnya menolog sambil berkata, "bukan salah ayah atau embernya, ember itu setiap hari berada di tempatnya, tetapi kamu yang tidak berhati-hati berjalan sehingga terpeleset dan terjatuh. Dengan bersungut-sungut si anak pergi begitu saja.
    Pada suatu ketika si anak berjalan-jalan di pinggir hutan. di tengah hutan, matanya tertuju pada sekelompok lebah yang mengerumuni sarangnya."wah madu lebah itu pasti enak dan menyehatkan badan. aku akan usir lebah-lebah itu dan mengambil madunya." Maka, iapun mengambil sebatang bambu dan mulai menyodok sarang lebah dengan keras ribuan lebah merasa terusik dan berbalik menyerang si anak. Melihat binatang kecil yang begitu banyak berterbangan ke arahnya, segera ia berlari terbirit-birit. Dan lebah yang marahpun mengejar dan mulai menyengat.
     "Aduh . . tolong . . tolong, " anak itu berusaha lari dan menghindar. Ketika tiba di tepi sungai, segera ia menceburkan disana. Tak lama kemudian, lebah lebah itu meinggalkan buruannya yang basah dan kesakitan. Dari kejauhan mendengar teriakan anaknya, sang ayah bergegas berlari mendatangi untuk menolognya.
     Setibanya disana, si anak dengan muka kesal dan nada marah berkata keras kepada ayahnya, "Mengaapa ayah tidak segera menolongku? liat nih, bajuku basah kuyup kedinginan, badanku sakit terkena sengatan lebah! Seandainya ayah sayang padaku, pasti sudah berusaha meyelamatkanku  sehingga aku tak perlu mengalami hal seperti ini. Semua ini salah ayah!" Ujarnya seraya mengibaskan dengan kasar tangan ayahnya yang telulur. Sang ayah yag berniat menolog menjadi berdiam kaget dan menghela napas. Merekapun berjala pulang bersama-sama sambil berdiam diri.
      Malam harinya mejelang tidur, sang ayah menghampiri anaknya sambil membawa selembar kertas putih, "Anakku apa yang kamu lihat di kertas ini?" setelah memperhatikan sejenak si anak menjawab, "itu hanya kertas putih biasa tidak ada gambar. kenapa ayah menanyakan?" tanpa menjawab ayahnya menggunakan sebuah bulpoin untuk membuat titik hitam di kertas putih itu. "apa yang kamu lihat di kertas putih ini?"


     Ada gambar titik hitam di kertas putih itu! jawab si anak keheranan. "Anakku mengapa engkau hanya melihat satu titik hitam pada kertas putih ini? padahal sebagian besar kertas ini berwarna putih. Ketahuilah anakku kertas putih ini sama seperti cara memandangmu. Betapa mudahnya kamu melihat kesalahan ayah maupun kesalahan orang lain, padahal masih begitu banyak hal-hal baik telah ayah dan orang lain lakukan kepadamu. Semua kebaikan orang lain, seberapa besar pun seakan-akan tidak ada artinya, sebab engkau hanya melihat dan memperhatikan noda hitam itu, yakni kesalahan orang lain, yang walau sekecil apapun menjadikanmu marah-marah dan tidak senang hati. Sikapmu tidak terpuji dan harus di ubah! kesialan yang datang padamu karena ketidak hati-hatianmu, jangan kau limpahkan kepada orang lain. Apakah kamu mengerti?" sambil menundukan kepala si anak mengangguk dan menjawab lirih, Maafkan ananda yah. Ananda salah selama ini. Tolong ingatkan bila ananda masih melakukan hal yang sama.
     
     Pembaca yang bijak,
     Pepatah mengatakan, "Gajah di pelupuk mata tidak nampak, semut di seberang lautan kelihatan." Kalo setiap masalah yang timbul kita bisa melihat kelemahan kita dahulu, bukan kesalahan orang lain, maka sikap positif itu akan memudahkan kita setiap problem yang muncul. Kita akan mengoreksi kesalahan dan sekaligus mengembangkan kekayaaan mental kita demi kemajuan diri.
     Sebaliknya kebaikan orang lain, sekecil apapun, janganlah tidak berarti di mata kita. Apalagi kebaikan orang tua sendiri. Titik hitam yang tergores, apa lagi bila tidak sengaja, tidak berarti menghilangkan lembaran luas di kertas putih yang berupa semua kebaikan yang sudah di lakukan untuk kita.
      Mari kita koreksi diri kita sendiri, sebelum menyalahkan orang lain. Lihat benar-benar dari manakah sumber sebuah masalah, jangan buru-buru menyalahkan orang lain dan mencari kambing hitam. Sebab, dengan mau mencari tahu kesalahan kelemahan diri sendiri, maka kita siap untuk belajar dan memperbaiki kesalahan yang ada. Dengan sikap mental positif yang sudah terbangun, tentu ini merupakan modal untuk kita menciptakan kesuksessan hidup yang lebih baik.

oleh Andrie Wongso-Motivator no.1