Monday, July 16, 2012

Tulisan di atas pasir

    

     Pada pesisir sebuah pantai, tampak dua anak sedang berlari-larian, brcanda, dan bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba terdengar pertengkaran sengit di antara mereka. Kemudian, salah seorang yang bertubuh besar memukul temannya sehingga wajahnya menjadi biru lebam. Anak yang di pukul seketika diam terpaku. Lalu, dengan mata berkaca-kaca dan raut muka marah menahan sakit, tanpa bicara sepatah katapun, dengan sebatang tongkat dia menulis sebuah kalimat di atas pasir. "Hari ini temanku telah memukul aku!!!"
     Teman yang lebih besar merasa tidak enak. ia tersipu malu, tidak pula berkata apa-apa. Setelah berdiam-diaman beberapa saat,bagaimana lazimnya anak-anak, merekapun segera bermain bersama. Saat lari berkejaran, karna tidak brhati-hati, tiba-tiba anak yang dipukul tadi terjerumus ke dalam lubang perangkap yang dipakai menangkap binatang "Aduh . . Tolong . . Tolong!" ia berteriak kaget minta tolong.
     Temannya segera menengok ke dalam lubang dan segera berseru, "Teman apakah kau terluka? jangan takut tunggu sebentar, aku segera mencari tali untuk menolongmu." Bergegas anak itu mencari tali. Saat ia kembali ia berteriak berusaha menenangkan temannya sambil mengikat tali ke sebatang pohon. "Teman, aku sudah datang! talinya akan ku ikat ke pohon, sisanya akan ku lempar ke kamu. Tangkap dan ikatkan di pinggangmu. Pegang erat-erat, aku akan menarikmu keluar dari lubang."
     Dengan susah payah akhirnya teman kecil itupun berhasil keluar dari lubang dengan selamat. Sekali lagi dengan mata berkaca-kaca, ia berkata "Terimakasih sobat!" kemudian ia bergegas lari mencari sebuah batu karang dan berusaha menulis sebuah kalimat lain di atas batu itu, "Hari ini, temanku telah menyelamatkan aku".
   Temannya yang diam-diam mengikuti dari belakang bertanya keheranan, "Mengapa setelah aku memukulmu, kamu menulis di atas pasir dan setelah aku menyelamatkanmu, kamu menulis di atas batu?" Anak yang di pukul itu menjawab sabar, " Setelah kamu memukul, aku menulis di atas pasir karena kemarahan dan kebencianku terhadap perbuatan buruk yang kamu perbuat, ingin segera aku hapus, seperti tulisan di atas pasir yang akan segera terhapus bersama tiupan angin dan sapuan ombak. Tapi ketika kamu menyelamatkan aku, aku menulis di atas batu, karena perbuatan baikmu pantas di kenang dan akan terpatri selamanya di dalam hatiku. Sekali lagi terimakasih sobat."
      Mendengar penjelasan itu, sobat kecil yang tadi memukul merasa menyesal dan segera merangkul sahabatnya, "Aku juga berterimakasih sobat, walopun umurmu lebih kecil dariku, tetapi kamu lebih bijaksana di banding aku. "tak lama mereka segera bermain bersama lagi dan menjalin persahabatan dengan baik di masa mendatang.
 
Pembaca yang baik
     Hidup dengan memikul beban kebencian, kemarahan dan dendam adalah tidak sehat secara mentalitas. Apabila orang yang kita benci itu tidak sengaja melakukan, bahkan mungkin tidak pernah tahu bahwa perbuatannya telah menyakiti hati kita. Sungguh itu adalah energi yang terbuang sia-sia. Bahkan tidak jarang, memikirkan kesalahan orang lain, diri sendiri merasa tersiksa, tidak bisa tidur bahkan tidak enak makan. Akhirnya yang terjadi adalah kerugian bagi diri kita sendiri.
     Sesungguhnya, memberi maaf tidak pernah merugikan kita, bahkan akan membuat hati kita lega dan terbebas dari beban kebencian dan dendam. Seuntai kata maaf yang di sertai dengan ketulusan, akan bisa mengubah hati yang panas menjadi sejuk dan emosi yang meluap bisa menjadi reda.
      Mari biasakan diri untuk berlatih, saat ada orang yang berbuat salah kepada kita, tuliskan kesalahan itu di atas pasir, bahkan di udara. Dengan begitu, kesalahan tersebut berlalu, menguap bersama tiupan angin, sehinga kita tidak perlu menghabiskan energi dengan membenci orang lain dan hilang kesempatan untuk bahagia.
     Sebaiknya saat kita di tolong orang, sekecil dan seremeh apapun pertolongan itu, kita sepantasnya mengingat laksana mengukir tulisan di batu karang. Dengan mengingat kebaikan orang, maka kita kan hidup bersemangat dan di penuhi rasa syukur.
Oleh : Andrie Wongso   

No comments: